![]() | |||
Foto: Pemuda Mbozo. Penulis. Izul Islamudin |
Kebangkitan
serta eksistensi suatu bangsa tidak terlepas dari sosok pemuda, pemuda yang
memiliki darah juang serta semangat yang berapi-api dalam membentuk diri baik
sebagai individu maupun yang berada dalam suatu bangsa. Pemuda yang dimaksud
merupakan pemuda yang berkarakter. Pemuda yang kemudian hadir di tengah-tengah
kegelisahan serta dinamika-dinamika yang terjadi di era kontemporer. Pergolakan
yang terjadi pada bangsa Indonesia tentu tidak terlepas dari keikutsertaan
pemuda dalam menyumbangkan ide serta gagasan yang produktif, hal ini tentu
tidak terlepas dari ruang-ruang berdialektika yang secara ensensial sebagai
wadah ilmiah. Wadah yang sarat akan ruang-ruang hampa, menjadikan pemuda minim
akan wawasan kebangsaan serta tumpul dalam menganalisis problematika yang
terjadi.
Titik
balik kebangkitan bangsa Indonesia di era globalisasi serta revolusi industri
4.0 bergantung bagaimana pemuda menempatkan posisi dan mampu menciptakan iklim
yang sejuk dalam merespons dinamika yang terjadi pada tubuh bangsa. Era
globalisasi serta revolusi industri 4.0 merupakan suatu keniscayaan yang tentu
harus responsif dari seluruh elemen yang ada, terutama tendesinya pada pemuda.
Pemuda harus mampu tampil di manapun atau kapanpun dibutuhkan, Karen spirit
semangat yang berapi-api dari pemuda mampu memberikan suntikan serta vitamin
baru dalam menyongsong perkembangan zama ke depannya. Hadirnya bangsa yang
beradab serta berdaulat tergantung bagaimana peran pemuda hari ini.
Falsafah
maja labo dahu merupakan sesuatu hal yang “tabu” bagi masyarakat Bima dalam
berkomunikasi serta beinteraksi dengan orang lain. Dalam kitab “BO” kitab
Kesultanan Bima maja labo dahu memiliki makna malu untuk berbuat hal-hal yang
di luar batas norma susila dan takut untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh
agama. Jika diartikan ke dalam bahasa
Indonesia maja labo dahu bermakna “malu sama takut”. Petuah atau falsafah ini
menjadi pegangan teguh bagi masyarakat Bima ketika dalam kehidupan bersosial
baik di daerah Bima maupun di tanah perantauan. Petuah ini menjadi suntikan
serta vitamin motivasi bagi masyarakat Bima atau pada khususnya pemuda dalam berbuat
kebaikan dan hadir sebagai agen perubahan (agent of chaget) bangsa.
Itu
artinya, ketika falsafat difahami secara tekstual kemudian diejahwantahkan
secara kontekstual akan membentuk pemuda yang berkarakter seperti yang dimaksud
oleh penulis di atas. Hal itu kemudian harus menjadi falsafah yang ampuh dalam
menumbuhkan jiwa nasionalisme serta patriotisme pemuda. Pemuda sebagai tongkat
estafet pembangunan bangsa yang lebih progresif ke depannya. Dalam membangun
bangsa tentu pemuda harus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai masyarakat
yang berkarakter, berintelektualitas serta spiritualitas. Frekuensi bangsa hari
ini menuntut pemuda harus hadir dengan kompetensi-kompetensi yang mumpuni dalam
mengarungi bahtera gejolak virus-virus yang ada. Upaya prefentif dan
suntikan—suntikan suplemen dari pemuda begitu signifikan serta menentukan
kearah mana bangsa Indonesia ke depannya.
Falsafah
maja labo dahu selalu diinternalisasikan dari generasi ke generasi, mengingat
falsafat ini menjadi pondasi dasar dalam pembentukan pemuda yang berkarakter
pada masyarakat Bima pada umumnya. Dalam skala yang makro hadirnya falsafah ini
menjadi selayar pandang bagi pemuda ke arah mana ia harus melangkah, sedangkah
secara mikronya falsafah ini menjadi pegangan hidup bagi masing-masing orang
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehingga,
dalam menjawab tantangan perubahan zaman tentu membutuhkan falsafah sebagai
pegangan hidup, sebagai pondasi serta selayar pandang. Falsafah daerah menjadi
value yang begitu signifikan dalam menjawab tantangan zaman serta degradasi
moral generasi di era kontemporer. Itu artinya, value falsafah yang dianggap “tabu”
harus mampu dipahami secara utuh tekstualnya serta diejahwantahkan dalam
perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menyongsong pembangunan bangsa
Indonesia emas 2040-2045.
Komentar
Posting Komentar