Langsung ke konten utama

Rekonstruksi Pendidikan Karakter dalam Menyongsong Abad 21

Foto: Penulis

Pendidikan menjadi sentral utama dalam membentuk individu yang mampu menjawab tantangan zaman era kontemporer. Pendidikan tidak hanya tendensi pada proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), akan tetapi bagaimana penyelarasan transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dengan transfer nilai (transfer of  value) dalam menciptakan individu yang cerdas secara spiritual, intelektual, serta emosional. Individu yang memiliki perilaku yang baik, cakap, mandiri, bertanggung jawab, berakhlak mulia serta mampu mengendalikan diri di tengah kehidupan sehari-hari. Sebagaimana fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang pada Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas Bab 2 pasal 3, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya yang tepat dalam mewujudkan hal itu tentu kemudian melalui proses pendidikan yang dilakukan secara kontinu serta kebijakan-kebijakan yang mampu menjadi pilar. Proses pendidikan yang mampu membentuk peserta didik yang berkarakter inilah yang kemudian menjadi pondasi dalam mengarungi dinamika-dinamika ditengah arus globalisasi yang semakin dinamis. Pendidikan juga tentu harus mampu hadir sebagai candradimuka serta ruang-ruang yang memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam mengekspresikan potensi yang dimiliki tanpa keluar dari jalur norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan potensinya, sehingga manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik. Hal tersebut dipertegas dalam Undang-Undang (UU) BAB  XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sehingga, dengan adanya peraturan ini menjadi legitimasi bahwasanya pendidikan menjadi satu keharusan bagi warga Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah.
Fenomena yang terjadi di era kontemporer menunjukkan bahwa bagaimana terjadinya degradasi moral yang tentu kemudian akan menjadi penghambat dalam proses mengarungi dinamika sosial masyarakat. Terjadinya degradasi moral tentu tidak terlepas dari bagaimana proses pendidikan, mutu pendidikan, serta pemerataan dari pendidikan itu sendiri. Jika ditinjau dari ke tiga sektor ini, menurut hemat penulis perlu kemudian adanya kepastian serta jaminan bahwasanya setiap orang mendapatkan pendidikan yang layak minimal pada jenjang pendidikan dasar.
Selain daripada itu, kualitas serta kompetensi yang mumpuni perlu kemudian dimiliki oleh seorang pendidik dalam menunjang proses pembelajaran yang disesuaikan Abad 21. Pembelajaran Abad 21 tentu kemudian harus berpusat pada peserta didik tanpa menghilangkan substansi pokok peran pendidik sebagai implementator dalam pembelajaran guna mewujudkan masa depan anak bangsa yang lebih baik. Sehingga, konsekuensi logis dari hal itu muncul generasi-generasi yang mampu menjawab tantangan zaman, generasi yang terampil dalam berbagai hal. Ini tentu kemudian tidak semudah membalikkan telapak tangan,  perlu kemudian kesadaran serta kolaborasi dari berbagai institusi yang berkenaan dengan pendidikan. Karena zaman yang semakin dinamis serta membutuhkan keterampilan yang mampu menyongsongnya. Keterampilan yang dimaksud seperti dalam US-based Apollo Education Group mengidentifikasi sepuluh keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk bekerja di abad ke-21, yaitu: keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, produktifitas dan akuntabelitas, inovasi, kewarganegaraan global, kemampuan dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mensintesis informasi (Barry). Keterampilan yang kompleks inilah yang harus ditanamkan lewat pendidikan yang mampu mengkonstruksi karakter generasi.



#Penulisan di atas masih jauh dari kata sempurna, penulis memohon kritikan dan masukan yang membangun dalam perbaikan karya baik saat ini atau yang akan datang. Terima kasih.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ESSAY: Dampak Perkembangan Teknologi pada Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi 19 (Perspektif Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget)

Ilustrasi: kecanggihan teknologi (dok. suara.com) Oleh: Izul Islamudin, M.Pd. Dinamika proses pembelajaran merupakan interaksi yang dilakukan antara peserta didik dan pendidik dalam membentuk peserta didik yang cerdas secara spiritual, intelektual, dan emosional. Wabah covid 19 yang menimpa dunia internasional menjadikan dinamika kehidupan dunia bergeser dari yang konvensional beralih ke digital. Dalam konteks pandemi covid 19 yang terjadi di Indonesia dewasa ini memakan korban jiwa, di terapkan social distancing , proses pembelajaran daring (online). Hal inilah problem yang perlu disikapi dalam kehidupan dewasa ini. Dalam proses pembelajaran yang semulanya dilakukan secara konvensional, kini dilakukan secara daring (online) karena kondisi yang tidak memungkinkan. Pembelajaran daring inilah yang kemudian dijadikan sebagai alternatif dalam mengatasi keberlanjutan proses pembelajaran. Akan tetapi, dalam proses pembelajaran daring tentu memiliki permasalahan, baik itu permasalahan pad

Pendidikan Anti Korupsi: “Tinjauan NTB Memberantas Korupsi”

Foto: Penulis Izul Islamudin Nusa Tenggara Barat tidaklah hadir begitu saja dengan sendirinya. Munculnya nama Nusa Tenggara Barat yang menjadi bagian dari salah satu Provinsi Indonesia memiliki histori tersendiri yang harus dipelajari seksama oleh masyarakat lokal atau lebih khusus generasi-generasi yang kemudian menjadi tongkat estafet dalam pembangunan NTB ke depannya. Berbicara soal historis tentu harus berdasarkan pada sumber yang benar-benar dipercaya akan kebenarannya. Dalam ( baver007.com/provinsi-nusa-tenggara-barat/ ) menjelaskan “Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah ini termasuk dalam wilayah Provinsi Sunda Kecil yang beribukota di Singaraja. Kemudia, wilayah Provinsi Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Provinsi yaitu: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur”. Sehingga, saat ini nama “Nusa Tenggara” digunakan untuk menamakan dua Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)   dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Nusa Tenggara Barat memiliki dua wilayah kekuasaan yang s